Selasa, 31 Maret 2015

teknik-teknik konseling keluarga

BAB I
1.1  LATAR BELAKANG

Sejarah perkembangan konseling keluarga di dunia berasal dari Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1919 yakni sesudah perang dunia I Magnus Hirschfeld mendirikan klinik pertama untuk pemberian informasi dan nasehat tentang masalah seks di Berlin Institut For sexual science. Pusat informasi dan advis yang sama didirikan pula di Vienna pada tahun 1922 oleh Karl Kautsky dan kemudian pusat lain didirikan lagi di Berlin pada tahun 1924.
Tokoh yang ulung dalam bidang pendidikan kehidupan perkawinan dan keluarga pada awal sejarah masa lalu adalah Ernest Rutherford Gover (1877-1948). Perkembangan konseling keluarga di Indonesia sendiri tertimbun oleh maraknya perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling di sekolah pada masa tahun 60-an bahkan sampai pada saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan, karena banyak sekali masalah-masalah siswa, seperti kesulitan belajr, penyesuaian sosial, dan masalah perilaku siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh guru biasa. Jadi diperlukan guru BK untuk membantu siswa. Namun sejak awal lulusan BK ini memang sangat sedikit, sehingga sekolah mengambil kebijakan menjadikan guru biasa merangkap BK. Hal ini telah mencemarkan nama BK karena banyak perlakuan guru BK yang tidak sesuai denga prinsip-prinsip BK, seperti memarahi siswa, bahkan ada yang memukul. Mengenai kasus keluarga, banyak juga ditemukan di sekolah seperti siswa yang menyendiri, dan suka bermenung. Dan memang belakangan diketahui ternyata keluarganya berantakan, misalnya ayah ibu bertengkar dan bercerai.
Tiap keluarga akan senantiasa menghadapi berbagai masalah, tetapi kemampuan untuk mengatasinya tidak terlalu memadai. Karena itu harus ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota keluarga dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar. Usaha itu harus dimulai oleh keluarga itu sendiri atau oleh seorang ahli yang dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah keluarga itu memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam keluarga.
Kita menyadari bahwa bahtera perkawinan tidak selamanya dapat mengarungi samudera dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk, berbagai masalah dapat timbul dalam keluarga yang pada gilirannya akan menjadi benih yang mengancam kehidupan perkawinan dan berakibat keretakan atauperceraian. Sebelum hal ini terjadi di keluarga atau angota keluarga hendaklah berusaha untuk mencegahnya dengan memperbaiki hubungan dalam keluarga dan kadang-kadang memerlukan campur tangan orang luar dalam usaha membantu keluarga itu untuk mengatasi situasi konflik tersebut.
Setelah mempelajari proses dan tahapan konseling keluarga, akan tergambarlah pada pikiran kita bahwa setiap tahap itu tentu mempunyai teknik konseling tertentu, yaitu bagaimana cara yang tepat bagi konselor untuk memahami dan merespon keadaan klien terutama emosinya, dan bagaimana melakukan tindakan positif dalam usaha perubahan perilaku klien kearah positif.
Sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di bab-bab yang lalu, maka ada dua pendekatan yang akan dikemukakan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa saja teknik-teknik konseling dalam pendekatan sistem?
1.2.2 Skiil apa saja yang perlu dikuasai konselor?

1.3  TUJUAN
1.2.1 Mengetahui teknik-teknik konseling dalam pendekatan sistem.
1.2.2 Memahami skiil yang perlu dikuasai konselor.






BAB II

2.1  Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:
2.1. 1 Sculpting (mematung)
Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan dengan “the family relationship tebelau” yaitu anggota keluarga yang “mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal.
2.1.2 Role playing (bermain peran)
Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lai. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapai suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai.
2.1.3 Silence (diam)
Apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.
2.1.4 Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasanya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling tuding.
2.1.5 Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya.
2.1.6 Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhada setiap pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang serius.
2.1.7 Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar.”
2.1.8 Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
2.1.9 Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya konselor mengatakan kepada jenny: “katakan kepadanya jenny bukan kepada saya.”
2.1.10 Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tampaknya anda jengkel dengan prilaku seperti itu.”

2.2 Skill Individual yang Perlu Dikuasai Konselor
Jika pelaksanaan konseling keluarga melalui pendekatan system tak mungkin dilakukan, maka usaha konselor adalah melakukan pendekatan individual terhadap klien yang mengalami kasus keluarga. Misalnya siswa yang bermasalah bersumber dari keluarga. Berhubung kedua orang tuanya sulit untuk di datangkan kesekolah maka buat pertama kali siswa itu diberi konseling individual. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling individual.
2.2.1 Teknik-teknik Yang Berhubungan Dengan Pemahaman Diri
Teknik-teknik yang berkaitan dengan pemahaman diri ini dibagi atas tujuh kelompok yaitu:
1. Listening skill (keterampilan mendengarkan)
Keterampilan ini terdiri dari;
(1) Attending, yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang konselor
(2) Paraphrasing, yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang pernyataan klien.
(3) Clarifying, yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor
memperjelas masalah klien.
(4)  Perception checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor.
2. Leading skill (keterampilan memimpin)
Keterampilan ini terdiri dari;
(1) Indirect leading, digunakan dalam awal pembicaraan dimana konselor secara tak langsung memimpin klien.
(2) Direct leading, yaitu memberikan klien dan memperluas diskusi.
(3) Focusing, yaitu memfokuskan pembicaraan, mengawasi keragu-raguan,
memfokuskan pembiacaraan yang menyebar atau bertele-tele atau bersamar-samar.
(4) Questioning, berhubungan dengan penilikan atau penyelidikan agar klien
membuka diri dengan pernyataan-pernyataan yang baru.

3. Reflecting skill (keterampilan merefleksi)
(1) Reflecting feeling, yaitu keterampilan merefleksi perasaan klien;
(2) Reflecting experience, yaitu keterampilan merefleksikan pengalaman klien
(3) Reflecting content, yaitu keterampilan dalam mengulang ide-ide klien dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan.
4. Summarizing skill (keterampilan menyimpulkan) Yaitu keterampilan konselor dalam menarik kesimpulan-kesimpulan yang menonjol dari pernyataan klien.
5. Confronting skill (keterampilan mengkonfrontasi)
(1) Pengenalan perasaan-perasaan dalam diri konselor, konselor sadar akan
pengalaman sendiri dihubungkan dengan pengalaman klien.
(2) Mengkonfrontasikan pengalaman, perasaan dan pemikiran klien yang
bertentangan.
(3) Pendapat-pendapat yang mereaksi ekspresi klien, konselor
mengkonfrontasikan antara pernyataan dengan ekspresi klien, atau dengan gerakan tubuh, pandangan mata.
(4) Meningkatkan konfrontasi diri
(5) Membuka perasaan-perasaan yang tak jelas (repeating)
(6) Memudahkan munculnya perasaan-perasaan yang tenggelam (associating)
6. Interpreting skill (keterampilan menafsirkan)
Terdiri dari;
(1) Pertanyaan penafsiran (interpretive questions), memudahkan munculnya
kesadaran klien.
(2) Fantasi dan metafora (fantasy and metaphor), yaitu mengandaikan,
menyimbolkan ide-ide dan perasaan klien.
7. Informing skill (keterampilan menginformasikan)
(1) Nasehat (advising), yaitu member sugesti dan pandangan berdasarkan
pengalaman konselor.
(2) Menginfrmasikan (informing), yaitu memberikan informasi yang valid
berdasarkan keahlian konselor.


2.2.2 Keterampilan Untuk Menyenangkan dan Menangani Krisis
Keterampilan ini berhubungan dengan klien atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespon dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas. Skill ini juga berhubungan dengan usaha menyenangkan dan konselor sebagai alatnya.
1. Contacting skill (keterampilan mengadakan kontak). Kontak tersebut bisa
berupa kontak mata, dan kontak fisik dengan cara memegang bahu klien agar dia merasa senang dan aman. Tetapi kontak tersebut harus didasari oleh kultur, usia, dan keadaan emosinal klien.
2. Reassuring skill (keterampilan menentramkan hati klien) keterampilan ini
merupakan usaha konselor untuk meyakinkan akibat logis perbuatannya atau pendekatan. Hal ini merupakan hadiah (reward) bagi klien dan mengurangi stress atau konfliknya. Tujuan teknik ini untuk menanamkan kepercayaan diri klien, memobilisasi kekuatannya, dan mengurangi kecemasan, dan menguatkan prilaku yang diinginkan. Sebagai contoh: “anda dapat merasakan lebih baik”’ “anda dapat menyelesaikan sendiri masalah anda”.
3. Relaxing skill (keterampilan untuk member relax/santai), teknik ini berguna
untuk menurunkan ketegangan dengan jalan mengendurkan otot-otot. Teknik relaxation ini dapat dilakukan sebagai berikut:
(1) Tegangkan kedua otot tangan beberapa detik, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
(2) Tegangkan otot perut dan dada, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
(3) Tegangkan otot kaki, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
(4) Tegangkan otot muka, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
5. Developing action alternatives, teknik ini adalah mengembangkan laternatif-alternatif dalam mengatasi krisis. Konselor mendorong dan memberanikan klien untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam mengatasi krisisnya. Alternatif tersebut hendaknya diarahkan konselor berdasarkan persepsi yang realisti klien. Berdasarkan kenyataan, maka fase mengembangkan tindakan mengambil alternative dalam peristiwa klien yang krisis adalah sebagai berikut:
(1) Mengembangkan persepsi realistic klien terhadap krisis yang dihadapi klien.
(2) Memberikan dorongan untuk mengurangi ketegangan karena adanya krisis dan konflik.
(3) Mempertimbangkan semua alternative untuk menagatasi krisis tersebut.
(4) Membuat suatu komitmen tentang perbuatan yang bertujuan mencapai
keseimbangan yang beralasan dan kesenangan bagi klien.
6. Reffering skill (keterampilan mereferal klien) keterampilan berhubungan
dengan sulitnya bagi konselor untuk membantu klien yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau mengadakan referral kepada seorang yang ahli terhadap kasus klien tersebut. Akan tetapi uspaya referral itu berhasil, maka beberapa persyaratan berikut dapat dipenuhi:
(1) Usaha kesediaan klien untuk referal
(2) Mengetahui sumber-sumber referral yang tepat dimasyarakat
(3) Jujurlah dengan keterbatasan konselor sehingga klien perlu direferal.
(4) Mendiskusikan kemungkinan referral dengan lembaga yang menerima.
(5) Bicarakan dengan klien tentang orang-orang atau lembaga yang pernah ia
datangi minta bantuan.
(6) Jika klien masih muda, mintalah rekomendasi orang tuanya.
(7) Katakana dengan jujur kepada klien bahwa setiap lembaga juga ada keterbatasannya.
(8) Berilah kesempatan kepada klien atau orang tuanya untuk membuat
perundingan dan perjanjian dengan lembaga baru yang akan menanganinya.
(9) Jangan mengirim informasi kepada lembaga baru tanpa izin tertulis dari klien atau orang tuanya.
Mengenai kondisi-kondisi krisis yang mungkin dialami manusia dapat dibagi atas tiga kategori:
1. Kehilangan sesuatu (faktor luar), yaitu:
(1) Perceraian
(2) Kehilangan pekerjaan
(3) Kehilangan harta milik sperti kebakaran, pencurian, anak meninggal dan lain-lain.
(4) Mengalami bencana atau malapetaka
(5) Terkena hukuman penjara
2. Keadaan yang sulit dalam diri, yaitu;
(1) Kehilangan harapan
(2) Putus asa
(3) Depresi
(4) Kelelahan dalam suasana perang
(5) Usaha-usaha bunuh diri
(6) Kecanduan narkotika
3. Keadaan transisi, yaitu;
(1) Pindah pekerjaan
(2) Konflik keluarga
(3) Sakit-sakitan
(4) Pindah tempat tinggal
(5) Ketakutan akan keadaan yang akan datang mengancam

2.2.3 Keterampilan untuk Mengadakan Tindakan Posistif dan Perubahan Prilaku
Klien
Keterampilan ini tampaknya banyak diwarnai oleh aliran behavioral therapy (terapi prilaku). Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan maslah sistem etika, Metode terapi ini mempunyai karakteristik:
1. Pendekatan empiric objektif terhadap tujuan-tujuan klien
2. Perubahan terhadap lingkungan klien
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi perilaku dituntut keahlian khusus. Adapun keterampilan teknik yang termasuk dalam bagian ini adalah:
1. Modeling adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan perilaku orang lain yang positif dan sesuai dengan tujuan klien. Adapun prinsip-prinsip umum penggunaan teknik modeling adalah sebagai berikut:
1) Tentukan dulu model perilaku mana yang menarik bagi klien.             
2) Tentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai.
3) Pilihlah model yang terpercaya dan sesuai dengan usia, jenis kelamin dan budaya bangsa.
4) Tentukan cara simulasi dan praktikum modeling itu.
5) Buat atau persiapkan dulu format modeling dan urutan-urutan permainan peranan.
6) Diskusi dengan klien tentang reaksi-reaksinya dalam hal perasaan, belajar dan sugesti.
7) Klien akan melakukan model itu secara informasi terus menerus hingga ia berhasil.
2. Rewarding skill (keterampilan memberikan reward atau ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberikan penguat (reinforcement) kepada klien yang;
(1) Berhasil mengatasi perilakunya yang kurang baik
(2) Mengubah perilaku yang tidak diinginkan oleh klien
(3) Dapat memelihar perilaku yang baik (perilaku baru)
Prinsip umum skill ini adalah:
(1) Bahwa reward dan sistem insentif harus dapat mempertahankan derajat perilaku yang tinggi dalam waktu lama.
(2) Reward hendaknya sesuai dengan perilaku yang diinginkan.
(3) Reward hendaknya cukup kuat dalam menciptakan perilaku baru. Penguat atau reward (hadiah) dapat diberikan berupa pujian, semangat, hadiah, benda, senyuman, dan pegangan pada bahu.
3. Contracting skill (keterampilan mengadakan persetujuan dengan klien).
Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan klien tentang tugas-tugas khusus.



BAB III
3.1 KESIMPULAN
            Dari pembahasan diatas kelompok kami menyimpulkan bahwa ada berbagai macam teknik konseling dalam pendekatan sistem yaitu Sculpting (mematung),  Role playing (bermain peran), Silence (diam), Confrontation (konfrontasi), Teaching via Questioning Listening (mendengarkan), Recapitulating (mengikhtisarkan), Summary (menyimpulkan), Clarification (menjernihkan), dan Reflection (refleksi).

            Dalam melakukan konseling keluarga seorang konselor juga harus memiliki skill-skill tertentu seperti teknik-teknik yang berhubungan dengan pemahaman diri, keterampilan untuk menyenangkan dan menangani krisis. Keterampilan ini berhubungan dengan klien atau siapa saja yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespon dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang terbatas. keterampilan untuk mengadakan tindakan posistif dan perubahan prilaku klien, keterampilan ini tampaknya banyak diwarnai oleh aliran behavioral therapy (terapi prilaku). Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan masalah sistem etika.


entar nyusul sumbernya mianhaneo....

2 komentar: