1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalai
kehidupan individu pasti akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam
permasalahan. Begitu juga saat dalam membina rumah tangga (Keluarga), tidak
akan terlepas dari masalah, bahkan masalah yang dihadapi akan semakin kompleks.
Namun berbagai macam permasalahan itu
akan dapat diminimalisisir dengan upaya-upaya preventif dari seluruh anggota
keluarga terutama orang tua agar masalah tersebut tidak mengakibatkan
konsekuensi yang berarti.
Orang tua
merupakan model utama bagi seorang anak, anak akan cenderung meniru segala hal
yang berada disekitarnya termasuk apa
yang orang tua contohkan kepada anak, karena itu orang tua harus memberikan
pendidikan dan pola asuh yang benar terhadap anak. Memenuhi kebutuhan anak
sesuai dengan tahap perkembangan nya dan berupaya memfasilitasi kebutuhan anak
demi tumbuh kembang anak secara optimal. Jika perlakuan/pola asuh orang tua
tepat kepada seorang anak, memberikan kasih sayang dan perhatian secara adil
dan seimbang maka tumbuh kembang anak akan bekembang secara baik tanpa ada
masalah-masalah yang mengancam kehidupannya. Namun jika pendidikan dan pola
asuh orang tua salah terhadap anak, maka hal itu akan berakibat buruk terhadap
perkembngan anak.
Perlakuan orang
tua yang sesuai akan menghindarkan anak pengaruh negatif yang berasal dari
luar, anak akan merasa nyaman berada dirumah daripada berada diluar jauh dari
keluarga. Karena itu peluang anak terpengaruh oleh faktor negatif lingkungan
akan sedikit.
Keluarga yang
mampu mengembangkan kehidupannya dengan selalu memegang prinsip-prinsip nilai
yang kuat, dan senantiasa menjaga komunikasi antar anggota keluarga dan sabar
dalam menghadapi setiap masalah serta mampu meminimalisisr pengaruh negatif
yang dapat menyebabkan kekacauan dalam
keluarga maka keluarga tersebut mempunyai ketahanan keluarga yang kuat.
Dalam hal
membantu individu-individu untuk membentuk keluarga yang sakinah, sejahtera dan
mempunyai ketahanan keluarga yang kuat Layanan Bimbingan konseling mampu
memberikan pelayanan melalui layanan Konseling Keluarga (Family Counseling), yang bertujuna untuk membntu keluarga melakukan
usaha-usaha preventif agar terhindar dari masalah penyebab kekacauan rumah
tangga, ataupun membantu menyelesaikan/ memperbaikai komunikasi dalam sistem
keluarga yang terganggu.
Oleh karena itu
didalam makah ini kami memaparkan tentang Ketahanan Keluarga serta bagaimana Layanan Konseling Keluarga berperan
dalam membantu menciptakan ketahana keluarga.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa
yang dimaksud dengan ketahanan keluarga?
1.2.2. Apa
penyebab kekacauan keluarga?
1.2.3. Bagiaman
kasus kawin cerai dikalangan selebritis?
1.2.4. Apa
yang dimaksud dengan konseling pernikahan?
1.2.5. Bagaimana
proses dan teknik konseling pernikahan?
1.2.6. Bagaimana
Bimbingan keluarga sakinah?
1.2.7. Bagaiman
peran keluarga dalam pendidikan?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan ketahanan keluarga.
1.3.2. Mengetahui
penyebab kekacauan keluarga.
1.3.3. Memahami
kasus kawin cerai yang ada dikalangan.
1.3.4. Memahami
konseling pernikahan.
1.3.5. Mengetahui
dan memahami proses serta teknik konseling pernikahan.
1.3.6. Mengetahui
bagaimana bimbingan keluarga sakinah.
1.3.7. Memahami
peran keluarga dalam pendidika.
11. PEMBAHASAN
2.1.Ketahanan
Keluarga
Dalam http://penelitihukum.org/tag/pengertian ketahanan keluarga/ dinyatakan
bahwa Ketahanan Keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil dan
psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin. (Pasal 1 Angka 15 UU Nomor 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera).
Dalam http://repository.ipb.ac.id ketahanan keluarga yaitu kemampuankeluarga
dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki dan menanggulangi masalah
yang dihadapi, untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial keluarga
(Sunarti, 2001).
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa Ketahanan Keluarga adalah:
kondisi kelurga yang memiliki keuletan, ketangguhan serta kemampuan
untuk mengelola sumberdaya keluarga, sehingga mampu untuk hidup mandiri,
menangulangi masalah yang dihadapi serta
harmonis dalam mencapai
kesejahteraan keluarga.
Di
era globalisasi ini ketahanan keluarga sulit untuk dipertahankan, begitu banyak
terlihat Gejala perpecahan dan gejolak keluarga seperti perceraian,
pertengkaran suami istri, kenakalan anak seperti mencuri, berjudi, melanggar
aturan sekolah dan masyarakat, meminum minuman keras dan penggunaan obat-obat
terlarang hingga yang paling arak dikalangan remaja putri yaitu hamil dirumah
nikah. Gejala-gejala tersebut diakibatkan beberapa faktor diantaranya:
2.1.1. Ketidakberfungsian
Sistem Keluarga.
Sisitem keluarga
adalah terjadinya komunikasi dua arah (suami-istri) dan komunikasi dua arah
bagi semua anggota keluarga (ayah-ibu-anak). Setiap komponen keluarga berfungsi
dengan mengarahkan, membina, dan memberikan perhatian, dan kasih sayang kepada
anggota keluarga.
Sistem keluarga
berfungsi untuk saling membantu dan memungkinkan kemandirian setiap anggota
keluarga , apabila ada satu komponen keluarga yang terganggu atau tak berfungsi
maka sistem keluarga akan terganggu pula. Sebabnya karena keluarga diwarnai
oleh kehidupan emosional dan informal.
Ada beberapa hal
ketidak berfungsian keluarga menurut
Aponte dan Ban Deusen dalam Sofyan S. Willis:149) yaitu:
a. Tembusnya
batas-batas dan aturan dalam keluarga
Pada keluarga yang
fungsional batas atau aturan keluarga dimengerti dan bersifat fleksibel, akan
tetapi pada keluarga yang takfungsional terjadi sebaliknya. Akibat terjadi campur aduk perilaku, hal ini
menyebabkan rendahnya toleransi untuk menjunjung kreativitas, kemandirian, dan
terhambatnya perkembangan-perkembangan anggota keluarga.
b. Terjadi
blok-blok dalam keluarga
Dalam keluarga
yang tak fungsional sering terjadi blok-blok. Contoh seorang istri membentuk
blok dengan ibunya untuk menyerang suaminya. Begitu juga seorang anak laki-laki
yang memihak kepada ibunya kala ibunya sedang bertengkar dengan suaminya.
c. Menurunnya
kewibawaan
Jika
kewibawaan orang tua/suaminya sudah hilang, atau orang tua/suami yang terlalu
otoriter, maka keluarga itu tak akan berfungsi lagi. Masalah kewibawaan berasal
sejak dini, sejak rumah tangga mulai dibangun, atau sejak anak-anak masih kecil. Kasih sayang yang tidak pada tempatnya
adalah sumber utama merosotnya kewibawaan suami atau orang tua. Orang tua atau suami otoriter merupakan
sumber ketakberfungsian keluarga, karena pada situasi otoriter, biasanya
kreativitas akan mati, dan timbul pasif pada anggota keluarga.
2.1.2. Keluarga
Materialistik
Keluarga
materialistik merupakan salah satu penyebab kekacauan keluarga yang lebih
menyeramkan daripada ketidakberfungsian sistem keluarga. Pada keluarga ini
menetapkan tujuan utama dalam mengumpulkan harta benda dengan asumsi bahwa hal
demikian mampu memberikan kebahagiaan tujuh turunan. Hingga akhirnya suami yang
penghasilannya kurang membuat istri ikut bekerja keluar rumah mencari nafkah,
tanpa memperhatikan kebutuhan anak, akibatnya anak dikesampingkan dan
membiarkan anak hanya mendapatkan pemdidikan dari pembantu yang kurang
berpendidikan.
Saat
menginjak usia remaja, remaja yang dibesarkan dengan kurangnya perhatian dan
kasih sayang, mereka akan mencari perhatian dan kasih sayang diluar seperti
ikut bergabung dengan geng-geng jalanan yang berperilaku negatif.
Hasil
pengamatan dari lembaga penitipan anak dan remaja, pondok inabah Tasikmalaya
menunjukkan sebagian besar anak-anak yang menghuni tempat tersebut adalah anak
dari keluarga yang orang tua mereka sangat sibuk.
2.1.3. Istri
Berkuasa
Dalam
islam diajarkan bahwa laki-laki adalah pemimpin terhadap perempuan atau suami
atas isteri dan anak-anaknya (Arrijaalu
qawwamuuna ‘alanisaa). Namun dalam perjalanan hidup keluarga yang
materialistis, terkddang suami yang rendah pendidikan, derajat dan penghasilan
daripada istri akan menjadi bulan-bulanan seorang istri. Karena istri memiliki kualitas yang serba
tinngi, ia merasa bahwa ia adalah yang berkuasa atas suami dan rumah tangga.
2.1.4. Ketidakharmonisan
Hubungan Individual
Rata-rata
keluarga stress menyebabkan hubungan seksual tidak harmonis dan tidak memuaskan.
Mereka jarang membicarakannya karena malu, atau menganggap tidak perlu,
akibatnya jarak antara mereka makin membesar.
Faktor
stress bersumber dari konflik kejiwaan antara suami-istri. Penyebab utamanya
adalah kurangnya toleransi dan penghargaan pada masing-masing, Sehingga sering
melakukan penilaian yang subjektif. Ada juga faktor impotensi klinis yang
disebabkan gangguan faal tubuh dan sering melakukan onani diwaktu masih muda.
Serta disamping itu sehubungan perkembangan zaman, sering masalah kesucian laki-laki
dan wanita menjadi pertanyaan. Jika konflik tidak terpecahkan, maka suami-istri
itu akan terus-terusan stress.
2.2.Situasi
Global
Masyarakat
islam sangat terkejut ketika muncul usul dari negara-negara barat melalui PBB
dalam sidang ICPD (International Conference on Population and Development)
bulan September tahun 2000 yang lalu di Kairo. Usulnya adalah agar PBB mengakui
hal-hal berikut ini:
1. Pengakuan
terhadap kelurga homo dan lesbi.
2. Mengesahkan
pergaulan free-sex.
3. Mengakui
keluarga singgle-parent, yaitu seorang ibu yang memelihara anak jadah (zinah)
disahkan sebagai keluarga.
4. Dituntut
pengakuan masyarakat dunia terhadap aborsi (pengguguran kandungan).
Jelas
sekali apabila usul-usul tadi diterima masyarakat dunia termasuk islam, maka berarti
keluarga sudah hancur. Namun kejadian itu akan berlangsung terus. Sebagai
contoh, kehamilan wanita diluar nikah amat sering terjadi di masyarakat kita.
Bahkan karena pengaruh film-film barat, prilaku tersebut hampir dianggap biasa
oleh pasangan-pasangan yang berpacaran, dan mereka merasa bebas melakukan
hubungan seks tanpa nikah.
Kunci
sukses antisipasi terletak pada 1). Kekuatan keluarga, dimana anak dan remaja
merasa betah dirumah, sayang pada orang tuanya, taat beribadah, dan selalu
berkomunikasi dengan keluarganya mengenai persoalan pribadi dan seks; 2).
Membatasi film-film barat yang tidak mendidik dan merugikan islam, misalnya
dengan memperluas informasi tentang seks dan pernikahan terhadap remaja melalui
diskusi, seminar dan penyuluhan di sekolah-sekolah dan masyarakat umum.
2.3.Kekacauan
Keluarga
Kehidupan
keluarga dizaman kemajuan industri dan teknologi mengalami berbagai macam
cobaan. Cobaan bukan hanya karna faktor ekonomi tetapi lebih banyak pada faktor
sosial psikologis. Pada keluarga yang berorientasi ekonomi sering urusan anak
diabaikan atau diserahkan kepada pembantu hal inin akan berdampak negatif
terhadap perkembangan fisik dan psikologis anak.
Kehidupan
keluarga dengan beberapa ahnak dan remaja sering mengalami masalah hal ini
berawal dari ketidak pahaman orang tua tentang perilaku para remaja keebiasaan
orang tua memaksakan prinsipnya terhadap anak, kemungkinan akan mengalami
kekecewaan karena konsep orang tua tentang sesuatu yang diduganya benar belum
tentu dapat dipahami oleh anak bahkan bereaksi melawan arus. Sikap otoriter
tidak dapat mendukung perkembangan anak dan remaja, sikap tersebut terlihat
pada komunikasi yang tidak menghargai tidak ramah dan tidak empati.
Pemaksaan
kehendak secara sepihak dari orang tua membuat susana menjadi tegang, konflik,
dan stress. Remaja merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian serta
keteladanan orang tua. Situasi keluarga yang sering kali bertengkar dan menjadikan
anak sebagai objek kemarahan mereka membuat anak tidak betah dirumah yang pada
akhirnya remaja memilih untuk meninggalkan rumah dan mencari kesenangan bersama
teman-teman sebaya yang senasib, hal ini bsa menyeret para remaja kepada
narkoba dan kenakalan lainnya.
Tekanan
terhadap remaja yang bersumber dari keluarga dapat berupa tuntutan orang tua
agar mereka dapat memenuhi cita-cita yang diharapkan oleh orang tuanya yang
tidak sesuai dengan keinginannya. Hal ini akan menimbulkan kekecewaan pada diri
remaja.
2.3.1. Sebab-Sebab
Keretakan Keluarga
Dewasa
ini banyak sekali penyebab potensial untuk dapat menimbulkan keretakan keluarga
(broken home) yang dapat berakibat patal bagi terjadinya pertengkaran suami
istri. Faktor yang menimbulkan ketegangan dan kekacauan dalam keluarga dapat
berasal dari ayah atau ibu, dan anak-anak menjadi pelampiasan amarah dari suami
istri tersebut
Adapun
sumber-sumber konflik keluaraga dapat dari faktor ekonomi, kecurigaan mengenai
perselingkuhan, soal anak, soal mertua, dan anggota keluarga pihak suami atau
istri. Faktor kegagalan suami atau istri dalam pekerjan bisa dilampiaskan
kedalam kehidupan keluarga demikian pula prilaku negatif anak yang diperoleh
dari pergaulan diseklah dan masyarakat akan menimbulkan ketegangan keluarga.
Menurut
sofian willis (2011: 155) Sebab-sebab keretakan keluarga yaitu, faktor internal
dan faktor eksternal. Fakttor internal diantaranya:
a. Beban
psikologi ayah atau ibu yang berat (psychological overload) seperti tekanan
(sterss) ditempat kerja, kesulitan keuangan keluarga.
b. Tafsiran dan perlakuan terhadap perilaku
marah-marah dan sebagainya.
c. Kecurigaan suami/istri bhwa salah satu di
antara mereka diduga berselingkuh.
d. Sikap
egoistis dan kurang demokratis.
Faktor
eksternal keretakan keluarga yaitu:
a.
Campur tangan pihak ketiga dalam masalah
keluarga.
b.
Pergaulan yang negatif anggota keluarga.
c.
Kebiasaan negatif istri bergunjing di
rumah orang lain.
d.
Kebiasaan berjudi.
2.3.2. Upaya
Preventif
Setiap
orang menginginkan keluarga yang bahagia, di penuhi dengan rasa kasiih sayang,
perhatian, dorongan, kegembiraan, dan mampu menciptakan ketengan batin. Orang
tua sebagai pembimbing anak-anak sudah seharusnya lebih bijak dalam menciptakan
keluarga yang bahagia. Berikut ini beberapa syarat untuk menjadi orang tua yang
bijak yaitu:
1. Orang
tua mampu berkomunikasi secara empati, menghargai anak (menjauhakan dari sikap
merendahkan, melecehkan dan menekan) dan mendorong anak agar maju sesuai bakat,
kemampuannya..
2. Orang
tua harus teladan, yaitu sesuai antara kata dan perbuatan (konsisten),
menguasai nilai agama dan melaksanakan nya, serta berjiwa sosial.
3. Membentuk
dialog dalam anggota keluarga agar setiap anggota kelompok terbuka, mencurahkan
perasaan dan kesempatan anak untuk sharing.
4. Menciptakan
humor, untuk menghindari keadaan yang menekan, membosankan dan menimbulkan
stress.
5. Orang
tua harus adil, adil dalam hal kasih sayang, perhatian dan perlakuan.
2.4.Kasus
Kawin Cerai Selebritis
2.4.1. Dasar
Perkawinan Selebritis
Rata-rata
perkawinan selebritis dilandasi oleh beberapa hal yakni: daya tarik fisik, daya
tarik materi, dan pengembangan karier. Daya tarik fisik yang sering dibumbui
dengan jargon Cinta, dan memperlihatkan kemesraan dihadapan publik. Dalam hal
materi, bagi mereka perkawinan haruslah menguntungkan, jika seorang selebritis
sudah kaya ia akan sulit mendapatkan pasangan kecuali seorang yang sama kaya
atau lebih kaya dari nya. gejala
emosional yang dirasakan oleh para artis sering di sebabkan oleh Faktor
kesibukan, mengejar jadwal acara yang sangat padat , mempertahankan kondisi
fisik dan penampilan agar tetap prima, hal ini
membuat atris merasa tertekan, cemas, dan bahkan bisa sterss. Terlebih
apabila ia mempunyai suami yang tidak seprofesi dan anak-anak yang masih butuh
perawatan, akan menambah beban emosionalnya, karen ia tidak mampu untuk
memberikan pelayanan secara penuh terhadap keluarganya, akibatnya sering
terjadi percekcokan/ pertengkaran diantara susmi istri yang bisa berujung
perceraian.
Dalam
kondisi seperti ini sangat diperlukan untuk dapat menyalurkan emosi secar
tepat. Namun biasanya ang terjadi pada kalangan selebritis ia menyalurkan
tekanan emosinya kepada para wartawan yang nota bene nya senang dengan isu-isu
artis seperti itu.
2.4.2. Pendekatan
Konseling Perkawinan (Marriange
Counseling)
Marriage Counseling/ Konseling
perkawinan adalah cabang dari Family Counseling dengan tujuan agar komunikasi suami-istri
menjadi harmonis. Dengan kata lain marriage Counseling adalah upaya seorang
konselor untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam
komunikasi karena adanya problem diantara mereka.
Melalui
pendekatan konseling perkawinan beberapa langkah harus dilalui oleh pasangan
suami istri yaitu:
Pertama,
Konselor memberi kemudahan bagi masing-masing pasangan untuk mengungkapkan
uneg-uneg emosionalnya. Dalam hal ini masing-masing harus memberi kesempatan
kepada pasangan nya untuk berbicara secara leluasa tanpa diinteripsi
Mengutarakan berbagai perasaan yang dirasakan baik mengenai tugas yang padat,
kecurugaan kecemburuan dll.
Kedua,
setelah pasangan puas mengungkapkan perasaan emosionalnya, suami istri akan
merasakan kelegaan dan menurunnya tekanan atau stress. Ini merupakan
kesempatan/peluang munculnya pemikiran rasional, objektif dan realistis.
Ketiga,
Konselor harus mampu memanfaatkan situasi rasional ini untuk menemukan solusi
yang menguntungkan kedua belah pihak, memberikan alternatif-alternatif pilihan pemecahan masalah mereka.
2.4.3. Analisis
Beragam
keadaan degredasi moral religius dimasyarakat telah berdampak terhadap
keluarga. Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini adanya degredasi nilai-nilai moral religius pada sebagian
anggota masyarakat karena kuatnya pengaruh materi dan dan mencari kesenangan
hidup. Sering halal-haram tidak dipersoalkan lagi yang terpenting hanya
memenuhi kepuasan duniawi.
Pergaulan
bebas tanpa batas antara pria dan wanita tampak meluas dimasyarakat, dampaknya
anak-anak remaja putri hamil diluar nikah, melacur (PSK) menikah usia muda dan
tragisnya ketidaksiapan mental mengantarkan ia melakukan aborsi yang sangat
mengerikan, ataupun membuang bayi yang tidak berdosa. Selain itu konflik sosial
dan kekerasan seperi tipu-menipu, pencurian, dan perampokan makin merajalela.
Hal ini terjadi karena makin kuatnya pengaruh paham materialistik dan kesenangan hidup (hedonistik). Keadaan
keluarga modern dicirikan oleh hal-hal seperti berikut:
1. Banyak
nya ibu rumah tangga yang turut sibuk mencari nafkah diluar sementara kebutuhan
anak dikesampingkan,
2. Pergeseran
nilai keluarga dari nilai sosial-psikologis-religius beralih kenilai
materialistis semata.
3. Nilai
anak bergeser dari anak yang mendaji amanah dari Allah menjadi sumber
penghasilan atau ekonomi masa depan, tempat orang tua bergantung jika telah tua
nanti.
4. Keluarga
besar menjadi keluarga inti
5. Krisis
keuangan sering terjadi karena masalah ekonomi, penyelewengan, egoisme, yang
berujung pada keretakan atau perceraian.
6. Perlakuan
terhadap anak dan remaja seperti tekanan, kurang perhatian dan kasih sayang,
menganggap sebagai anak kecil, kurang mampu berkomunikasi dengan anak dan
remaja. Terlalu berlebihan dalam emberikan kasih sayang.
7. Kekuasaan
orang tua yang berlebihan (otoriter), sering menekan, memberi hukuman badan,
menimbulkan anak yang nakal dan pemalas.
8. Tuntutan
orang tua terhadap anak yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuan
anak.
2.5.Konseling
Pernikahan
Konseling
pernikahan (Marriage Counseling) adalah upaya membantu pasangan (calon
suami-istri dan suami istri) oleh
konselor profesional, sehingga mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi,
dan dengan komunikasi yang penuh pengertian sehingga tercapai motivasi
berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota
keluarga.(Sofyan Willis, 2011:165)
Sedangkan
konseling keluarga yaitu (Family
Counseling) adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu-individu
anggota keluarga melalui sistem keluarga dengan membenahi komunikasi agar berkembang potensi mereka seoptimal
mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga, berdasarkan
kesukarelaan, toleransi, penghargaan, dan kasih sayang.
Pada
awalnya konseling pernikahan berorientasi pada bantuan terhadap masalah-masalah
hubungan seksual, namun orientasi itu tidak memadai lagi jika dihubungkan
dengan perkembangan dunia modern yang pesat.
Pada prinsipnya,
konseling pernikahan bermanfaat bagi kehidupan pasangan. Baik sebelum menikah,
saat permulaan berumah tangga, dan pada masa memiliki anak-anak.
1. Masa
sebelum pra nikah
Makin
panjang masa berpacaran, amkin terbuka peluang untuk kebebasan seks. Karena itu
islam tidak menyetujui masa pacaran dalam artian barat. Disamping itu, segera
akan terjadi kebosanan saat memasuki ambang pernikahan, bahkan adanya kondom
dan pil anti hamil yang dijual secara bebas diligkungan masyarakat semakin
membuka peluang besar untuk berbuat maksiat atau free-sex.
Untuk
mengantisipasi hal ini, harus ada semacam konseling prapernikahan, tujuan nya
adalah:
a. Mempercepat
proses berpacaran menuju pelaminan jika pasangan itu sudah sanggup.
b. Pasangan
yang berpacaran harus ditumbuhkan kesadaran dan keimanan mereka, agar masa
pacaran tidak menyimpang dari ajaran agama.
c. Membina
masa itu menjadi masa kratif untuk menumbuh kembangkan bakat dan kemampuan
masing-masing sebagai modal untuk berumah tangga kelak.
Dalam proses
konseling pranikah, konselor perlu menanamkan beberapa faktor penting yang
menjadi prasyarat memasuki perkawinan dan berumah tangga. Sebagaimana
diungkapkan Walgito (2000: 35) dalam https://baldatunthoyibah.wordpress.com/konseling/konseling keluarga/ fak or-
faktor tesebut adalah :
a.
Faktor fisiologis dalam perkawinan : kesehatan pada
umumnya, kemampuan mengadakan hubungan seksual. Faktor ini menjadi penting
untuk dipahami pasangan suami isteri, karena salah satu tujuan perkawinan
adalah menjalankan fungsi Regenerasi (meneruskan keturunan keluarga). Pemahaman
kondisi masingmasing akan memudahkan proses adaptasi dalam hal pemenuhan
kebutuhan ini.
b.
Faktor psikologis dalam perkawinan : kematangan emosi
dan pikiran, sikap saling dapat menerima dan memberikan cara kasih antara suami
isteri dan saling pengertian antara suami isteri. Faktor psikologi menjadi
landasan penting dalam mencapai keluarga sakinah, tanpa persiapan psikologis
yang matang baik suami atau isteri akan mengalami kesulitan dalam menghadap
berbagai kemungkinan yang terjadi pada kehidupan rumah tangga yang akan
dijalani. Sebab dalam keluarga pasti memiliki dinamika, tidak selama bahagia
dan damai, tetapi pasti sering kali terjadi konflik dari yang sederhana samapai
yang kompleks.
c.
Faktor agama dalam perkawinan. Faktor agama merupakan
hal yang penting dalam membangun keluarga. Perkawinan beda agama akan cenderung
lebih tinggi menimbulkan masalah bila dibandingkan dengan perkawinan seagama.
Agama merupakan sumber yang memberikan bimbingan hidup secara menyeluruh baik
termasuk dengan panduan agama, keluarga bahagia yang diidam-idamkan tiap pasangan
lebih mudah tercapai.
d.
Faktor komunikasi dalam perkawinan Komunikasi menjadi
hal sentral yang harus diperhatikan oleh pasangan suami isteri. Membangun
komunikasi yang baik menjadi pintu untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
memicu timbulnya konflik yang lebih besar dalam keluarga.
2. Masa
awal berumahtangga
Pasangan
yang mengalami kesulitan disarankan datang menemui konselor pernikahan manakala
mereka menemui masalah. Tujuan agar mereka diberi bantuan agar mereka dapat
mengatasi masalahnya.
Masalah-masalah
utama dalam masa awal pernikahan pertama adalah penyesuaian emosional dan
sosial antara mereka dengan keluarga lain seperti mertua mertua,
adik/suami/istri atau keluarga lain yang menetap, atau teman istri yang datang
berkeunjung. Kedua, motivasi pernikahan,
apakah karena materi pangkat, kedudukan, gelar, kecantintikan/rupawan, atau
karena motivasi ibadah karena Allah. Ketiga, kehidupan latar belakang
masing-masing yang mungkin mencuat pada masa awal pernikahan.
3. Masa
hidup berkeluarga (dengan anak-anak)
Jika
keluarga sudah memiliki anak-anak, maka permasalahan keluarga makin bertambah,
pertama mengokohkan sistem keluarga sehingga dapat menjadi dorongan, bagi
kemandirian dan perkembangan individu-individu anggota keluarga. Kedua, menjadi
pengaruh budaya luar menjalar dikeluarga melalui anggotanya. Ketiga, memelihara
subsistem suami istri agar selalu harmonis. Keempat, memelihara subsistem orang
tua agar selalu berwibawa.
Konseling
keluarga dan pernikahan berperan untuk membenahi sistem keluarga agar
komunikasi, toleransi, penghargaan, dan kemandirian anggota keluarga selalu
terjadi. Sehingga anggota keluarga semuanya merasa betah dan bertanggung jawab
atas keutuhan sistem keluarga.
2.6.Proses
dan Teknik Konseling Pernikahan
2.6.1. Proses
Konseling Pernikahan
a. Raport
Proses konseling
pernikahan/ keluarga diawali dengan pembentukan raport yaitu hubungan timbak balik, bersahabat, juga
saling percaya antara konselor dengan konseli (suami-istri/keluarga) dengan
tujuan agar suami istri/anggota keluarga jujur dan terbuka (disclosure)
Upaya pengembangan rapport itu ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor
yakni:
a.
Kontak mata,
b.
Perilaku
non-verbal (perilaku attending), bersahabat, hangat, luwes, keramahan, senyum,
menerima, jujur/asli, penuh perhatian, dan terbuka
c.
Bahasa
lisan/verbal, (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling), seperti ramah
menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus
b.
Pengembangan
Apresiasi Emosional
konseling yang dipimpin oleh konselor akan berhasil
apabila mampu mendinamiskan suami-istri
/anggota keluarga sehingga terlihat interaksi yang diwarnai emosional. Jika
pada awalnya mereka kurang atau tidak mampu berkomuniksi namun dengan keahlian konselor mereka mampu
untuk berkomunikasi.
c.
Pengembangan
Alternatif Modus Perilaku
Jika selama konseling, suami menemukan modus perilaku
yang dipandang baik oleh istrinya maka modus perilaku itu akan dikembangkan
terus perilaku yang baru itu nantinya
harus diterapkan dirumah setelah usai konseling.
d.
Fase Membina
Hubungan Konseling
Fase ini amat penting di dalam proses konseling, dan
keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan
konselor dalam membina hubungan konseling itu. Fase ini harus terjadi di tahap
awal dan tahap berikutnya dari konseling yang diandai dengan adanya rapport
sebagai kunci lancarnya hubungan konseling. Di samping itu, sikap konselor amat
penting selain teknik konseling.Sikap-sikap yang penting dari konselor adalah
sebagai berikut:
1. Acceptance, yaitu menerima klien secara ikhlas tanpa
mempertimbangkan jenis kelamin, derajat, kekayaan, dan
perbedaan agama. Selain itu, klien diterima dengan segala masalahnya,
kesulitan, dan keluhan serta sikap-sikapnya baik yang positif baik yang
negatif.
2. Unconditional positive regard,artinya menghargai klien
tanpa syarat . menerima klien apa adanya , tanpa dicampuri sifat menilai,
mengejek, atau mengeritik.
3. Understanding, konselor dapat memahami keadaan klien
sebagaimana adanya.
4. Genuine, yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur
dengan dirinya sendiri, wajar dalam perbuatan dan ucapan.
5. Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain (klien).
e.
Memperlancar
Tindakan Positif
pada fase ini konselor trus menggali permasalahan
koseli, hingga ditemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah, selanjutnya
anggota keluarga suami-istri mengembangkan rencana tindakan, mengevaluasi
rencana dan akhirnya konseling ditutup atas persetujuan suami-istri dengan
ketentuan pertemuan selanjutnya jika akan diadakan lagi.
2.6.2.
Teknik-teknik
konseling pernikahan
Beberapa teknik konseling pernikahan/keluarga yang
dapat digunakan oleh konselor keluarga/pernikahan.
a. Sculpting
(mematung): yaitu mengizinkan isteri,
suami, anggota keluarga untuk menyatatakan perasaan, persepsi dan pikiran
tentang berbagai hal. Sedangkn anggota yang lain mendengarkan dengan penuh
perhatian dan penghargaan
b. Role
playing (bermain peran): memberikan peran tertentu kepada seorang anggota
keluarga sebagai cara untuk menyatakan perasaan.
c. Silence
(diam) : teknik yang digunakan konselor jika, anggota keluarga suami/istri banyak omong, menantikan ide seorang anggota
keluarga yang akan muncul, jika salah satu anggota keluarga bertindak kejam
atau berbicara kasar.
d. Confrontation
(Confrontasi): dilakukan konselor jika
klien tidak konsisten.
e. Teaching
Via Questioning (mengajar melalui pertanyaan), ialah suatu teknik untuk
mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya.
f. Attending
and Listening: yaitu teknik untuk mendekatkan diri kepada klien dan mendengarkan mereka secara
aktif.
g. Refleksi
Feeling: membaca bahasa badan klien serta perasaan nya kemudian merefreksikan
kepadanya.
h. Eksplorasi:
menggali perasaan, pengalaman dan pikiran klien.
i.
Summerizing: menyimpulkan sementara
pembicaraan yang telah berlangsung.
j.
Clarification (menjernihkan):
menjernihkan atau memperjelas pembicaraan.
k. Leading
(Memimpin): upaya konselor untuk memimpin dan mengarahkan pembicaraan untuk
mencapai tujuan.
l.
Focusing (Memfokuskan): upaya konselor
untuk memfokuskan materi pembicaraan agar tidak menyimpang.
2.7.Bimbingan
Keluarga Sakinah
Dalam https://baldatunthoyibah.wordpress.com/konseling/konseling keluarga/ Keluarga
sakinah yaitu satu sistem keluarga yang berlandaskan keimana dan ketaqwaan
kepada Allah, beramal saleh untuk meningkatkan potensi semua anggota, dan
beramal saleh untuk keluarga-keluarga lain disekitarnya, serta berwasiat atau
berkomunikasi dengan cara bimbingan yang haq, kesabaran, dan penuh dengan kasih
sayang (Q.S Arrum : 21, Al-Asr : 3).
Kekuatan
iman dan taqwa umat islam yang tertanam dalam dalam dirinya
akan memberikan dampak positif kepada lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan
dunia. Keluarga akan menjadi damai dan tentram (sakinah) dimana setiap anggota
keluarga (ayah, ibu, anak-anak dan anggota keluarga) dirumah tersebut taat
beribadah kepada Allah, banyak berbuat baik untuk kemajuan keluarga. Membina
keluarga agar menjadi sakinah adalah kepedulin utama ajaran islam
1. Allah
berfirman dalam surat Attahrim ayat 6: Hai orang-orang yang beriman peliharalah
dirimu dan keluargamu dari apai neraka. Meskipun pada ayat ini sasarannya
adalah keluarga akan tetapi harus diri calon atau kepala keluarga itu terlebih
dahulu yang dipeliharanya dari api neraka, karena jika orang tua sudah memagari
diri dengan perbuatan baik, beriman, bertaqwa dan beramal saleh maka akan mudah
menular kepada anak.
2. Dalam
surat Lukman ayat 12-19, berisi ajaran pendidikan keimanan dan ketaqwaan agar
terbentuk keluarga sakinah. Antara lain dalam ayat itu mengajarkan supaya
anak-anak tidak menyekutukan Allah, diperintahakan agar berbuat baik kepada
orang tua dan tidak boleh menentang keduanya, melaksanakan sholat, mengaji,
mengajak orang berbuat baik serta mencegah dari perbuatan mungkar, tidak boleh menyombongkan
diri, dan sebagainya. Ajaran-ajaran ini sangat positif bagi pembentukan
kepribadian anak supaya berakhlak mulia.
3. Dalam
salah satu hadis melalui tirmidzi, Rosulullah SAW menekankan pentingnya
mendidik anak atas dasar keislaman
Tujuan
bimbingan keluarga sakinah adalah membantu keluarga-keluarga muslim dalam
membina keluarga sakinah melalui ilmu, wawasan, dan ketrampilan yang diberikan
kepada kepala-kepala keluarga (Ibu dan Ayah), Selanjutnya mengembangkan materi
bimbingan dan pelatihan keluarga sakinah melalui materi gabungan antara agama ilmu perilaku
serta konseling keluarga.
Faqih (2000:85‑89), dalam https://baldatunthoyibah.wordpress.com/konseling/konseling-keluarga/
menyatakan
bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling perkawinan Islam harus memegang beberapa
asas berikut :
1.
Asas kebahagian dunia akhirat
Perkawinan bukan saja merupakan
sebuah sistem hidup yang diatur oleh negara tetapi juga merupakan sistem
kehidupan yang syarat dengan tuntunan agama. Karenanya setiap kali muncul
permasalah dalam perkawinan yang dijalani, segala upaya pemecahan masalah selalu
diupayakan terselesaikannya masalah sekarng ini dan mendapatkan kebaikan pula
dari sisi tuntunan agama.
2.
Asas sakinah mawadah warahmah
Keluarga bahagia dan kekal merupakan
tujuan dari perkawinan. Untuk mencapai itu semua landasan cinta dan kasih
sayang dari orang-orang yang membentuk didalamnya menjadi sangat penting.
Karenanya proses bimbingan konseling perkawinan juga harus tetap berpegang pada
asas ini.
3.
Asas sabar dan tawakal
Segala permasalahan dalam rumah
tangga pada dasarnya dapat dicari penyelesaiannya dengan baik. Kuncinya adalah
usaha dari suami dan isteri untuk terus mencari jalan keluar dan berpasrah diri
pada Allah. Konselor dapat membantu pasangan untuk tetap tegar dan berusaha
mencari solusi terbaik dari setiap masalah yang ada.
4.
Asas komunikasi dan musyawarah
Komunikasi menjadi hal yang sangat
penting dalam kehidupan keluarga. Banyaknya masalah yang muncul sering kali
karena komuniaksi yang terjalin antara anggota keluarga tidak harmonis dan
baik. Karenannya dalamn melakukan penyelesaian masalah komunikasi dan
musyawarah antar kedua belah pihak harus dilakukan sehingga segala masalah
dapat teratasi.
5.
Asas manfaat
Dalam melakukan layanan Bimbingan
konseling perkawinan, asas manfaat menjadi sangat penting diterapkan. Kendati
masalah yang dihadapi suami istri sangat rumit, segala upaya dan solusi harus
di cari dengan memperhatikan manfaat yang lebih besar dapat diperoleh
dibandingkan dengan kerugiannya.
Wahana untuk
menciptakan keluarga sakinah antara lain adalah sholat berjama’ah , makan
bersama, pembagian tugas sesuai kemampuan masing-masing dan yang paling penting
adalah pembiasaan sikap-sikap serta perilaku sehari-hari berdasarkan ajaran
agama.
Secara
khusus bimbingan keluarga supaya beriman dan bertaqwa, positif, produktif, dan
mandiri, melalui relasi melalui individual dan sistem keluarga yang didasarkan
ajaran agama islam. Selanjutnya
memberikan wawasan, kemampuan, dan ketrampilan, kepada kepala-kepala dan
calon-calon kepala keluarga dalam bidang perilaku anak dan remaja, dan
keutamaan sistem keluarga untuk mengantisipasi masalah-masalh keluarga.
2.8.Peran
Keluarga Dalam Pendidikan
2.8.1. Masalah
Belajar
Beragam
perilaku orang tua dan anggota lainnya didalam menyikapi belajar anak.
Keragaman sikap tersebut disebabkan karena faktor yaitu:
a. Budaya
belajar
Budaya
belajar ditentukan oleh budaya turun temurun suatu keluarga. Keluarga yang
menanamkan budaya belajar akan membuat anak menjadi gemar membaca dan sebaliknya.
Pendidikan orang tua (minimal ayah) yang tinggi akan memudahkan menanamkan
minat belajar terhadap anak. Sedagkan orang tua yang pendidikannya rendah
cenderung mempercayakan pendidikan anak kepada sekolah. Minat orang tua
terhadap pendidikan juga sangat penting, waluapun ekonomi hanya pas-pasan dan
pendidikan agak kurang, jika minat untuk menyekolhkan anak amat besar, maka
besar kemungkinan anaknya akan sekolah tinggi dan sebaliknya. Lingkungan juga
sangat berpengaruh terhadap pendidikan, bagi anak yang mendapat lingkungan yang
aman, damai, dan berpendidikan, ada harapan sekolahnya akan maju, namun
sebaliknya jika lingkungan dipenuhi oleh hal-hal negatif besar kemungkinan
anak-anak sekolah akan terpengaruh. Dalam hal masalah belajar orang tua dapat
menggunakan kiat-kiat seperti berikut:
1. Orang
tua berusaha membantu anak belajar.
2. Berdiskusi
tentang keadaan sekolah dan kesulitan belajar pada umumnya.
3. Melengkapi
pendidikan umum disekolah formal dengan pendidikan agama dikeluarga.
4. Ketrampilan/
pendidikan nonformal
5. Menciptakan
lingkungan keluarga belajar.
2.8.2. Bahaya
narkoba
Upaya
yang dapat dilakukan agar keluarga tidak tertular penyakit narkoba adalah
dengan usaha preventif, menjaga jangan sampai anak terlibat dengan putaw,
ganja, dan sebagainya. Usaha-usaha priventif tersebut diantaranya:
a. Hindarkan
pergaulan dengan kelompok-kelompok geng, preman dan ornag-orang yang memiliki
perilaku tidak baik.
b. Tanamkan
nilai-nilai agama terhadap anak sejak kecil.
c. Harus
ada penyuluhan di masyarakat dan keluarga tentang bahaya narkoba.
2.8.3. Pendidikan
anti narkoba (PAN)
Pendidikan
anti narkoba (PAN) adalah upaya membantu individu yang belum terkena kecanduan
narkoba supaya dia mampu menghindari, menolak, melawan, dan mensosialisasikan
anti narkoba sehingga bahaya narkoba tidak meluas ke segenap masyarakat.
Untuk
melakukan PAN haruslah dengan kerjasama terpadu setiap unsur masyarakat yang
terkait dan peduli terhadap usaha preventif bahaya narkoba. Beberapa prinsip
yang akan melandasi PAN yaitu:
a. Terpadu:
penanganan PAN harus terpadu, kerjasama erat antara pihak generasi muda,
pemerintah (kelurahan,RT/RW), majlis ta’lim ibu-ibu dan pakar.
b. Profesional:
penanganan kasus narkoba harus profesional, termasuk usaha priventif.
c. Kebutuhan,
program-program PAN hendaknya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat,
terutama generasi muda dan keluarga.
2.8.4. Dinamika
Kelompok
Untuk
membentuk sikap, kebiasaan, dan prilaku yang mampu melawan narkobaa melalui PAN
maka harus dilaksanakan melalui Group
Dynamic (dinamika kelompok). Teknik pelaksanaannya adalah :
a.
Setiap kelurahan mendata generasi
mudanya mealui kelurahan atau majelis ta’lim ibu-ibu.
b.
Generasi muda dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok masing-masing sepuluh orang, dipimpin oleh seseorang ketua
kelompok.
Kelompok
inilah yang akan digarap oleh seorang pakar untuk mencapai tujuan PAN. Adapun
pelaksanaan dinamika kelompok terdiri dari: Diskusi, Pendalaman, Simulasi, Bermain
peran ( role playing)
Bagi
anggota kelompok yang telah kecanduan, dapat diberikan individual counseling,
yaitu terapi yang membantu individu agar terlepas dari kecanduan.
Individu-individu seperti ini harus diperbanyak layanan konseling, termasuk
konseling keluarga dan community therapy (terapi kemasyarakatan). Namun yang
terpenting adalah agar ia dirawat dulu oleh dokter di rumah sakit
ketergantungan obat untuk detoxification atau menghilangkan zat racun di tubuh
dan otaknya.
Setelah
detoxification barulah si pasien dapat diberikan konseling terpadu yaitu dengan
melakukan beberpa treatment yaitu: konseling individual, konseling keluarga,
konseling agama, community therapy dimana pasien dibawa ke kelompok-kelompok
masyarakat untuk berdiskusi tentang kecanduaannya. Lalu anggota kelompok
memberi saran, kritik bahkan kecaman. Kelompok-kelompok masyarakat itu antara
lain: mahasiswa, sarjana, guru agama, para siswa SMA, guru Bk disekolah dan
sebagainya. Kritik-kritik dari kelompok-kelompok masyarakat tersebut akan
membentuk sikap baru pada diri pasien, yaitu kesadaran akan membentuk sikap
baru pada diri pasien, yaitu kesadaran akan kebodohannya selama itu, mau saja
mengkonsumsi bahan racun yang membahayakan diri. Dan timbul keinginan untuk
membangun hidup baru yang sehat.
2.8.5. Hambatan
Ketahanan Keluarga
Hambatan-hambatan
keluarga untuk melawan bahaya narkoba cukup bervariasi yaitu dari masalah
budaya, agama, keutuhan sistem keluargadan pengaruh-pengaruh TV dan VCD.
Budaya
materialistis telah menggejala secara luas di masyrakat kita. Artinya keluarga
amat mendambakan kebahagiaan materi melalui pemilikan uang, emas, alat-alat
rumah tangga yang serba luks, mobil dan rumah mewah. Untuk mencapai tujuannya
sering keluarga dilupakan ayah ibu, sebab keduannya sibuk bekerja dari pagi
hingga malam hari. Urusan anak-anak menjadi tanggung jawab pembantu rumah
tangga yang kurang pendidikan dan juga masalah-masalah kesehatan. Akibatnya
bermacam-macam, termasuk bahwa anak remaja telah bergaul bebas di luar, bahkan
telah menggunakan narkoba.
Setelah
remaja kecanduan, barulah orang tuanya sadar, karena semua dana dikerahkan
untuk mengobati anak itu namun sia-sia sebab telah terlanjur rusak otaknya.
Tidak bisa sekolah dan terus ketergantungan narkoba. Pertengkaran karena alasan
anak sering terjadi di dalam keluarga. Pasalnya bahwa ayah sering menyalahkan
ibu jika anak bermasalah, atau sebaliknya. Kadang-kadang pertengkaran begitu
panas terjadi setiap hari di depan anak, membuat remaja itu lari dari rumah dan
mengianap di rumah teman gaulnya.
Kaburnya
anak dari rumah membuat persoalan baru, yaitu kemana harus mencarinya dan
bagiaman membujuknya agar mau pulang kembali kerumah. Materi yang banyak
tidaklah menolong jika remaja sudah sudah terlibat dengan kelompok-kelompok
gang jahat seperti narkoba, kejahatan, dan sebagainya. Jika remaja memiliki
bekal agama yang kuat, tentu dia tidak akan terperosok sangat jauh ke jurang
kehinaan. Biasanya anak-anak yang diasuh orang tua lengkap dengan pembantu
rumah tangga, dia agak lugu, bodoh, mudah dibujuk ke jalan negatif seperti
narkoba. Jika telah kecanduan dia bisa saja disuruh mencuri uang dan harta
orang tuanya.
Komunikasi
yang lemah di dalam sistem keluarga menyebabkan egoistis pada setiap anggota
keluarga, terutama para remaja. Mereka kurang menghormati orang tua, cuek
urusan keluarga dan sering di luar rumah. Lemahnya komunikasi disebabkan
sibuknya orang tua, sehingga jarang bertemu dengan anak-anaknya.
Bahaya
naekoba yang telah mengancam keluarga seharusnya dijawab dengan ketahanan
keluarga. Sebab jika keluarga sejak dini sudah sadar akan bahaya tersebut,
tentu membuat berbagai upaya agar para remaja memiliki ketahanan seperti telah
diuraikan terdahulu.
2.8.6. Pemulihan
pecandu narkoba
Apabila
salah seorang remaja telah kecandun narkoba, dan keluarga tidak sanggup
mengatasinya sediri, maka perlu ditangani oleh para ahli. Pertama, dokter medis
harus mengupayakan detoxcifitation, yaitu mengurangi keracunan otak karena
narkoba, kedua menghilangkan rasa kecanduannya hilang dengan metode atau
pendekatan terpadu berupa:
a. Konseling
individual, penerapan konseling individual adalah upaya membantu klien oleh
konselor secara individual dengan mengutamakan hubungan konseling antara
konselor dengan klien dengan nuansa emosional sehingga besar kepercayaan klien
terhadap konselor.
b. Bimbingan
kelompok (BKL), Bimbingan kelompok bertujuan memeberi kesempatan klien untuk
berpastisipasi dalam memberi ceramah dan diskusi dengan berbagai kelompok
masyarat, seperti mahasiswa, sarjana, dan tokoh-tokoh masyarakat, guru-guru BK
disekolah, para siswa dan sebagainya.
c. Konseling
Keluarga, fasilitataor konseling keluarga adalah konselor, sedangkan pesertanya
adalah klien, orang tua, saudara, suami-istri dan sebagainya. Nuansa emosional
yang akrab harus diciptakan agar terjadi keterbukaaan pada klien dan tanggu g
jawab keluarga terhadap pemulihan klien.
d. Pendidikan
dan pelatihan, pendidikan agama
diberikan kepada klien narkoba dengan tujuan untuk membentuk kepribadian klien
yang sehat sebagaimana dimili orang-orang normal. Pelatihan-pelatihan yang
diperlukan adalah latihan komunikasi yang sopan, dan dengan bahasa yang baik,
latihan bergaul dengan latihan masyarakat, latihan berdiskusi dan latihan
beribadah.
e. Kunjungan
(visiting)
Proses pemulihan
pelayanan narkoba diperlukan pula dengan program kunjungan/visiting. Konselor harus
mamapu memilih objek kunjungan agar subtansinya dapat mempercepat pemulihan, misalnya
pesantren dan lembaga- lembaga ketrampilan.
f. Partisipasi
sosial
Kegiatan ini bertujuan
untuk menanamkan kesadaran sosial atau hidup bermasyarakat secara wajar dan
produktif. Dalam artian setelah klien terlepas dari ketergantungan narkoba, ia
harus kembali ke masyarakat dengan memenuhi nilai, norma dan aturan yang
berlaku.
2.8.7.
Simulasi Dan Role Playing
Upaya prepentip PAN
dalam melakukan simulasi dan role playing terdapat tiga obsi yag peting dalam
melawan narkoba yaitu:
a.
Menghindar yaitu bagaimana anggota kelompok
menghindari dari ejekan teman untuk memakai narkoba. Menghindari artinya dengan
cara halus menghindarka diri, misalya dengan ucapan.
b.
Menolak dengan halus dan tegas, cara ini
berarti memperlihatkan ketegaran anggota kelompok, namun tetap sopan. Menolak
dengan halus tetapi tegas akan berdampak kepada pecandu dan bandar, yaitu akan
berhati-hati memilih orang yang diajak untuk “make” (istilah dalam pergaulan
pecandu, artinya memakai narkoba seperti putaw).
c.
Menolak dengan tegas dan sedikit
berkampanye, apabila anggota kelompok telah matang kepribadiannya dan kokoh
pendiriannya, berarti dia dapat berkampanye supaya pihak lawan berbicaranya mau
meninggalka narkoba.
III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam
sistem kemasyarakatan, dan merupakan tempat kali anak memperoleh pendidikan.
Memiliki keluarga harmonis dan sejahtera adalah dambaan bagi semua orang, namun
untuk menciptakan keluarga yang harmonis tidak lah semudah membalikkan telapak
tangan. Orang tua harus berusaha ekstra untuk menciptakan keluarga yang
harmonis, memberdayakan seluruh sistem
anggota keluarga dengan baik, menjalankan tugas dan peran anggota keluarga
sesuai dengan fungsinya, mengembangkan pola komunikasi, keterbukaan, kasih
sayang yang seimbang, dan memegang teguh nilai-nilai dalam keluarga.
Ketahanan Keluarga adalah kondisi
dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung
kemampuan fisik materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan
mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
ketahanan keluarga sangat lah penting
karena pada kondisi di era globalisasi ini begitu banyak pengaruh negatif yang
bersumber dari luar yang dapet mempengaruhi kehidupan dalam keluarga, oleh
karena itu mengembangkan prinsip
ketahanan keluarga oleh orang tua dengan melakukan upaya-upaya preventif sangat
dibutuhkan agar anggota keluarga tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif tersebut
yang dapat menimbulkan kekacauan dalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Konseling Keluarga . https://baldatunthoyibah.wordpress.com. Diakses pada
tangga 24 Februari 2015.
Anonim.
Pengertian Ketahanan Keluarga. http://penelitihukum.org.
Diakses pada tanggal 24 Februari 2015
Willis, Sofyan S. 2011. Konseling
Keluarga. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar